Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,76% pada Januari 2025. Ini merupakan deflasi pertama yang terjadi sejak September 2024, yang mengindikasikan penurunan harga secara keseluruhan di berbagai sektor, dengan komoditas tarif listrik menjadi kontributor terbesar.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 3 Januari 2025, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa tarif listrik berperan signifikan dalam terjadinya deflasi ini. "Komoditas tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi Januari 2025," ujarnya. Deflasi pada tarif listrik mencapai 32,03%, memberikan andil sebesar 1,47% terhadap total deflasi. Kebijakan diskon 50% untuk tarif listrik yang diumumkan pemerintah menjadi pemicu utama penurunan ini, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Kebijakan diskon tarif listrik ini disambut baik oleh masyarakat dan pelaku industri karena memberikan angin segar terhadap daya beli serta membantu menekan biaya operasional di beberapa sektor industri. "Diskon ini sangat membantu, terutama untuk industri yang menggunakan banyak energi. Ini membuat kami bisa menekan biaya produksi," kata Sutomo Wijaya, seorang pengusaha manufaktur di kawasan industri Cikarang.
Selain tarif listrik, BPS juga mengidentifikasi beberapa komoditas lain yang memberikan andil dalam deflasi Januari 2025. Beberapa di antaranya adalah harga tomat dan ketimun yang menunjukkan penurunan. Harga sayuran, seperti tomat dan ketimun, cenderung fluktuatif tergantung dari kondisi cuaca dan ketersediaan pasokan. Hujan yang cukup dan cuaca yang mendukung selama bulan Desember dan Januari memungkinkan panen yang baik, yang mengakibatkan penurunan harga di pasaran.
Selain itu, tarif kendaraan udara juga menjadi faktor yang menyumbang deflasi. Maskapai penerbangan di Indonesia diketahui memberikan berbagai promo dan potongan harga untuk menarik lebih banyak penumpang setelah masa liburan akhir tahun. Ini menjadi strategi maskapai dalam merespons persaingan di industri penerbangan yang semakin ketat serta untuk meningkatkan jumlah penumpang di awal tahun.
Deflasi biasanya dipandang sebagai sinyal baik bagi konsumen karena harga barang dan jasa menurun, memberikan peningkatan daya beli. Namun, jika berlangsung dalam jangka panjang, hal ini juga bisa mengindikasikan perlambatan ekonomi. Menurut ekonom senior, Ahmad Fauzi, "Deflasi bisa dilihat sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi menguntungkan konsumen, namun bisa juga menandakan adanya tantangan dalam perekonomian yang perlu diwaspadai."
Meskipun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa deflasi di Januari bisa menjadi momentum untuk mengontrol inflasi tahun ini. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa kestabilan harga merupakan prioritas utama bagi kebijakan fiskal 2025. "Kami yakin bahwa dengan kerjasama antara pemerintah dan pelaku usaha, kita dapat menjaga stabilitas ekonomi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif," ujarnya.
BPS akan terus memantau perkembangan harga dan akan mengeluarkan laporan rutin bulanan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Diharapkan dengan adanya berbagai stimulus dan kebijakan dari pemerintah, pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk tetap bijak dalam mengelola keuangan di tengah kondisi harga yang fluktuatif. Pemerintah juga diharapkan dapat terus memberikan informasi yang transparan terkait kebijakan-kebijakan yang akan diambil, sehingga masyarakat bisa lebih siap dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi.
Dalam beberapa bulan ke depan, berbagai faktor eksternal seperti harga komoditas global dan kebijakan ekonomi di negara mitra dagang utama juga akan menjadi perhatian karena bisa ikut mempengaruhi kondisi harga dalam negeri. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dalam menghadapi dinamika ekonomi yang tidak bisa diprediksi sepenuhnya, fleksibilitas dan kesiapan adaptation menjadi kunci bagi semua pihak. Pemerintah diharapkan terus melakukan penyesuaian kebijakan yang diperlukan untuk menavigasi kondisi ekonomi dengan efektif dan efisien. Sementara itu, masyarakat diharapkan untuk tetap optimis dan proaktif dalam mencari peluang yang ada di tengah perubahan ini.